Rabu, 05 Oktober 2011

HIDUP DALAM KEBHINEKAAN SANGAT MENGGEMBIRAKAN


           
Atapupu. Sebanyak 42 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang  yang tergabung dalam Kelompok Mahasiswa Katolik (KMK)  Santo Stanislaus Kupang selain berkunjung ke wilayah perbatasan RI-RDTL juga melakukan kegiatan bakti sosial di Paroki Stella Maris Atapupu.
Kegiatan mahasiswa tersebut bertujuan untuk mengimplementasikan ilmu  pengetahuan yang diperoleh para mahasiswa selama di bangku kuliah dan ingin melihat dari dekat kondisi sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Pastor Paroki Stella Maris Atapupu, Rm. Maxi Alo Bria Pr. yang ditemui di kediaman Pastoran Atapupu belum lama ini menjelaskan kegiatan bakti sosial yang digelar para mahasiswa KMK itu berlangsung selama sepekan ditempat ibadah (gereja) yang ada diwilayah Paroki Stella Maris Atapupu dengan tujuan untuk melihat dari dekat kondisi kehidupan umat diwilayah itu. Selain bakti sosial mereka juga memberikan sosialisasi tentang pendidikan, hukum dan lain sebagainya.
“Kegiatan yang dilakukan oleh para mahasiswa itu harus dilihat sebagai hal yang sangat penting dan bermanfaat bagi umat di Paroki Atapupu karena selain kegiatan bakti sosial mereka juga mensosialisasikan apa yang mereka peroleh selama dibangku kuliah,” terang Rm. Maxi.
Ketika disinggung respon masyarakat terhadap kehadiran dan kegiatan yang digelar para mahasiswa itu, dia menjelaskan meskipun kegiatan yang hanya berlangsung sepakan itu namun, masyarakat sangat menyambut baik dimana selama berada ditengah masyarakat mereka dianggap sebagai saudara sendiri. Selama ada di Paroki ini mereka tinggal menyebar di rumah penduduk dan setiap keluarga yang menerima mereka dianggap sebagai saudara sendiri. Suasana di antara mereka sangat akrab dan mereka juga telah dianggap sebagai anak sendiri dari keluarga tersebut. 
Mereka sendiri sudah mengalami kehidupan nyata di tengah-tengah umat, dan mereka memberikan motivasi untuk umat Paroki Atapupu agar tetap melanjutkan pendidikan, walaupun keadaan ekonomi keluarga kurang terpenuhi. Dengan kehadiran mereka, diharapkan umat dan masyarakat akan mendapat banyak pengetahuan dan pengalaman dari kegiatan itu. Menurut Rm Maxi, kehadiran para mahasiswa untuk  menerapkan ilmu pengetahuan dan melakukan kegiatan kerja nyata, merupakan suatu hal yang sangat baik  untuk dikembangkan dan ditingkatkan di masa-masa mendatang.
Sebagai umat, lanjut Rm Maxi, harus mendukung mereka yang masih berada di bangku pendidikan atau yang masih kuliah dengan tetap memberikan dukungan dan perhatian, sehingga mereka tetap bersemangat untuk menyelesaikan pendidikannya.
“Bagi saya kehadiran mereka sungguh luar biasa karena mereka hadir dengan ceramah, kerja bakti, sosialisasi pendidikan. Disitulah umat dan masyarakat semakin termotivasi untuk menyekolahkan anak mereka,” ungkapnya.
Dia juga menambahkan anak-anak yang tergolong dalam usia sekolah memiliki hak untuk duduk dibangku sekolah karena anak-anak meruapakan harapan masa depan bangsa, negara dan gereja sehingga harus mengenyam pendidikan disekolah. Karena dengan pendidikan mereka bisa mengenal dan mengetahui perkembangan zaman yang global. Dan, masyarakat perlu menjalin hubungan rasa persaudaraan dan kekeluargaan  untuk  ditingkatkan di masa-masa mendatang.
“Jadi  hidup dalam kebhinekaan merupakan kekayaan yang sangat menggembirakan,” tandas Rm. Maxi.
            Sementara itu, Piet Kia Gelu, salah satu dosen yang mendampingi para mahasiswa itu menuturkan, tema kunjungan para mahasiswa adalah Melalui Kerja Bakti, Mahasiswa Membaur Di Tengah-Tengah Masyarakat dengan sasaran kegiatannya meliputi Gereja Katolik, Gereja Kristen Protestan dan Masjid, dimana mereka melakukan bakti sosial ditempat-tempat ibadah. Kehadiran para mahasiswa di Paroki Atapupu mendapat simpatik dari  masyarakat  Atapupu.
“Khusus Sosialisasi dan topik yang saya bawa adalah proses penyelesaian sengketa perdata di pengadilan negeri. Responnya bagus, masyarakat banyak bertanya tentang kejanggalan-kejanggalan hukum dan berbagai persoalan yang terjadi di Belu. Kami hanya sebagai penerang jalan. Di dalam sosialisasi kami katakan bahwa jangan bermain hakim sendiri ketika orang itu bersalah. Kita selesaikan secara damai tanpa melalui proses hukum,” ajak Piet Gelu.
Pada kesempatan yang sama  Ketua Umum KMK Santo Stanislaus, Gregorius R. Daeng menambahkan, kegiatan ini dilakukan dengan maksud dan tujuan  untuk mewujud nyatakan dalam KKBM. Karena suatu saat akan kembali hidup ditengah-tengah masyarakat.
“Kami mempunyai beberapa motivasi dalam kegiatan ini, diantaranya Atapupu merupakan daerah perbatasan dan terdapat banyak peristiwa yang terjadi, sehingga dengan kehadiran kami masyarakat semakin termotivasi untuk berbicara tentang hukum di perbatasan. Di samping itu, Atapupu merupakan pintu gerbang RI-RDTL. Di sini   kita akan melihat secara jauh ke depan, agar masyarakat dari kedua Negara ini bisa semakin maju karena saling menunjang,” tandas Daeng.
Dia menambahkan, sebagai generasi muda harus dapat melihat dari dekat untuk melakukan dialog bersama masyarakat. Sosialisasikan tentang pentingnya pendidikan, apalagi masyarakat di sini juga mempunyai minat dan kemauan yang cukup tinggi untuk sekolah. Untuk itu, orang tua harus memotivasi anaknya untuk sekolah.” tambahnya. (anis ikun).

     “MERAH PUTIH HARGA MATI”
Sebagai salah satu Pastor muda yang sangat cinta dengan lingkungan hidup di wilayah perbatasan NKRI- RDTL  sangat berkomitmen agar masyarakat di wilayah perbatasan harus sejatera dan hidup bahagia bersama keluarga dengan berbuat dan bertindak dalam  menghijaukan lingkungan yang tandus dan gersang dengan menanam berbagai tanaman untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Demikian hal ini disampaikan Rm.Yoris Samuel Giri,Pr yang ditemui di kediaman Pastoran Atapupu,sabtu,3/9/2011 lalu.

Dijelaskan Pastor muda yang baru pulang mengelilingi 9 Negara di dunia mengkampanyekan tentang keadaan NKRI itu bahwa sebagai anak bangsa di Republik ini harus semangat dan berdaya agar bisa  keluar dari ketertinggalan dan keterbelakangan serta kemiskinan.

“Untuk itulah saya selalu hadir dan selalu bersama dengan mereka yang terkecil dan tak berdaya untuk mendorong dan memotivasi mereka untuk menjadi anak bangsa yang lebih baik dan kreatif dan  inovatif  agar hidup mereka bisa berubah dan baik dengan jiwa keberanian yang tinggi serta semangat juang harus selalu tertanam dalam hati sanubari kita maka yang pasti suatu ketika kita akan keluar dari kemelut yang kita hadapi itu,jelasnya.

Dirinya bersama para OMK Paroki Stelamaris Atapupu telah melakukan  kegiatan-kegiatan kerja yang dapat menambah penghasilan keluarga dengan menanam Anggur dan hasilnya umat sebagian sudah nikmati,jagung dan hasil tanaman palawija lainnya.

“Semua ini saya lakukan bersama umat karena Paroki Atapupu wilayahnya sangat strategis dalam bidang perekonomian, walaupun umat di Paroki Atapupu mayoritas hidupnya dari nelayan,sehingga bagaimanapun caranya kita perdayakan mereka dengan menanam dan menanam agar tanah yang tandus dan gersang  di wilayah perbatasan ini terlihat lebih hijau sehingga wilayah Atapupu  menjadi  ratna mutu manikam,ujarnya.

Untuk itu dirinya menghimbau kepada seluruh umat di wilayah perbatasan agar tinggalkan budaya malas-malasan dan janji-janji politik yang tidak bermutu dari para elit politik harus dilupakan karena semua yang dijanjikan itu tidak mungkin akan terealisasi,mari kita bersatu bergandengan tangan bahu membahu membangun Paroki dan wilayah kita dengan penuh semangat gotong royong agar kitabisa keluar dari keterpurukan dan kemiskinan,himbaunya.(anis ikun).


UNTAIAN MUTIARA  PAROKI STELAMARIS ATAPUPU
Atapupu atau nama aslinya Atafufus adalah sebuah perkampungan kecil yang letaknya dibawah bukit Fatukaduak dalam wilayah Kerajaan Jenilu.Pada jaman raja-raja khususnya pada tahun1436, Atapupu sudah dikenal sebagai salah satu kota niaga dan menjadi tempat transit oleh para misionaris dan para pedagang dari Cina, Spanyol dan Portugis dengan menggunakan perahu layar dan kapal-kapal niaga untuk membeli madu hutan dan kayu cendana.

Tahun 1859 dengan Traktat Lisabon, Pemerintah Belanda menjanjikan kebebasan beragama dan pemeliharaan iman umat katolik oleh para pastor, dan perlu diketahui bahwa sebelum Traktat ini, sudah ada agama katolik di wilayah Belu Selatan.

Kemudian tanggal 29 Januari 1883, surat permohonan  pertama P. Kraaijvanger yang ditujukan kepada Mgr.Claessens untuk tetap melaksanakan tugas di tanah misi Timor dan mendirikan stasi di Atapupu dengan biaya pemerintah Belanda.Uskuppun menyetujuinya dan memohon ijin kepada Gubernur Jendral Batavia agar ditempatkan seorang Pastor tetap di Timor di luar tanggungan Negara dan mendirikan sebuah Stasi di Atapupu dengan wilayah kerja seluruh Timor.

Tanggal 21 April 1883 surat penolakan Gubernur Jendral Batavia atas permohonan uskup Batavia tentang pelayanan para misionaris di seluruh pulau Timor, dimana pemerintah saat itu lebih menyetujui pendirian sebuah Stasi di tapal batas Timor Tengah dan Timor Portugis untuk Jenilu dan wilayah Timor Tengah.Lalu tanggal 04 Mei 1883 P. Kraaijvanger memulai  dengan persiapan rumah Pastoran dan Kapela. Namun pemerintah membatalkan keputusan Gubernur Jendral Batavia No.10 tertanggal 14 maret 1878 yang menunjuk P. Kraaijvanger sebagai Pastor pembantu Larantuka yang digaji oleh Negara.

Lalu permohonan kedua diajukan oleh Uskup Batavia kepada Gubernur Jendral agar P. Kraaijvanger dapat ditetapkan sebagai Pastor di wilayah Timor Tengah.Permohonan ini kemudian dikabulkan lewat surat yang tertanggal 31 Juli 1883 yakni dengan perihal penempatan P. Kraaijvanger sebagai Pastor di Timor di luar tanggungan nagara, dengan wilayah pelayanannya; Fialaran, Jenilu dengan Atapupu sebagai tempat tinggalnya.

Maka dengan demikian pada jaman misi awal pewartaan Yesus Kristus di tanah Timor,Atapupu sah menjadi Stasi pusat kegiatan Pastoral para misionaris Yesuit sejak  tanggal,  01 Agustus 1883 dan ditetapkan tanggal tersebut menjadi awal berdirinya gereja Atapupu, Gerejapun mulai didirikan diatas lereng bukit Fatukaduak  salah satu perkampungan yang di huni oleh  orang-orang asal cina dekat Markas Militer Belanda, dengan pelindung Gerejanya adalah Hati Yesus Yang Maha Kudusdan pelindung Parokinya adalah,  St. Ignatius Loyola dengan jumlah umat umat waktu itu Atapupu dan Jenilu laki- laki: 56 orang dan perempuan: 35 orang, sementara di Fealaran dengan jumlah umat waktu itu: Laki-laki: 172 orang dan perempuan : 93 orang, dan  tetap menjadi bagian wilayah Keuskupan Batavia,sesuai  SK.Gubernur Jendral Batavia kepada Uskup Batavia; No.44.tanggal , 9 Januari 1883. Kemudian pada tahun 1922-1936 Paroki Atapupu ditetapkan sebagai bagian dari Vikariat Apostolik Sunda Kecil dan P.Arnold Verstrallen SVD diangkat sebagai Vikaris Apostolik Sunda kecil yang kemudian diangkat menjadi Uskup Ende.

Tahun 1937 – 1957 Paroki Atapupu dalam Vikariat Apostolik Atambua.Pada tahun 1937 merupakan tahun bersejarah bagi umat Katolik Timor dan kepuluannya, dimana pada tahun tersebut secara Juridis, pemerintahan gereja di Timor secara resmi terpisah dari Flores, dan pada tahun itu pula P. Jakobus Pessers SVD dibenum menjadi Vikaris Apostolik Timor dengan residensi di Atambua.

PARA PERINTIS AWAL BERDIRINYA PAROKI ATAPUPU

1.      Para misionaris Yesuit Belanda.
2.      Para Pastor :
·         P. Gaspar de Hasele SJ,1853.
·         P. Jan Sanders SJ, 1860 – 1861.
·         P. Gaspar Franssen SJ, 1861 – 1865.
·         P. Gregorius Metz SJ, 1865 -1871.
·         P.Dijkcmann SJ, 1871 -1875.
·         P. Jacobus Kraaijvanger SJ mendarat pertama di Namon Sukaer Atapupu pada tanggal, 16 September 1878. ( Di makamkan di Fatukaduak kemudian dipindahkan ke taman Kalvari Ularo Atapupu).
·         P. Lammker SJ,1885.
·         P. Agustinus de Kurijper SJ, 1886 – 1888. ( Di makamkan di  
Fatukaduak kemudian dipindahkan ke taman Kalvari Ularo Atapupu).
·         P. Heinrick Jansen SJ,1889 – 1896.
·         P. Dijkmann,Br.Vermeulen seorang arsitek,      
    Br.Benn seorang pengukir dan pelukis dan 
    Br.Hansates seorang tukang.
·         P. Willem Foogel SJ.
·         P. Adrianus Mathijsen SJ.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Content