Sabtu, 01 Oktober 2011

128 TAHUN USIA PAROKI STELAMARIS ATAPUPU

       Di kaki bukit Fatuk Kaduak yang gersang dan tandus terletak sebuah kota kecil di pinggir pantai dan merupakan salah satu kota pelabuhan kecil di wilayah Kabupaten Belu Propinsi NTT  yang berbatasan langsung dengan Negara Tetangga Timor Leste,baik itu lewat laut maupun lewat darat,dan namanyapun hingga sekarang masih harum bagai cendana mewangi dialah Atapupu tempat paramisionaris menginjakkan kakinya yang pertama di pulau Timor.
Sebagai salah satu kota niaga, Atapupu telah dikenal oleh kelompok pedagang Cina sejak tahun 1436, dan sejak jaman kerajaan hingga sekarang Atapupu telah menjadi pintu gerbang khususnya bagi para pedagang dan para misionaris Katolik yang masuk keluar Pulau Timor.
Secara geografis dilihat dari letaknya yang sangat strategis Atapupu juga merupakan sebuah wilayah perbatasan, 34 km jaraknya yang harus ditempuh dari pusat Kota Atambua. Sebagai salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan NKRI-RDTL dan menjadi salah satu pintu gerbang perbatasan karena wilayah Paroki Atapupu langsung berbatasan dengan Distrik Bobonaro, yaitu wilayah Batugede dan wilayah Kowa Negara Timor Leste. Demikian hal ini dikatakan Pastor Paroki Atapupu, Rm.Maxi Alo Bria, Pr di Aula Paroki Stela Maris Atapupu usai upara misa HUT Paroki Stela Maris yang ke-128 tahun,senin,1/8/2011. Dikatakan Atapupu merupakan salah satu stasi pertama yang dibentuk oleh para misionaris Yesuit dari Negara Belanda dimana pada jaman misi awal pewartaan Yesus Kristus,di bumi Flobamora dalam wilayah Keuskupan Batavia yang sekarang menjadi Pusat Kota Negara Indonesia yakni Jakarta.”Pada tanggal 1 Agustus 1883 Paroki Atapupu ditetapkan sebagai stasi pusat para misionaris Jesuit asal Belanda di wilayah Pulau Timor,sesuai SK.Gubernur Jendral Batavia No.44, tertanggal, 9 Januari 1883, dengan Pastor Paroki yang pertama, Pater Jakobus Kraajvanger SJ, dan dibantuh oleh Pater J. Kruyper.katanya.
 
gambar Gereja lama paroki Atapup
  
Dalam perjalanannya Gereja Atapupu kemudian diserahkan pada perlindungan Santo Ignatius Loyola, lalu pada Jaman misionaris Serikat Sabda Allah (SVD),DISERAHKAN KEPADA Santa Maria Stella Maris hingga sekarang.”Perlu diketahui bahwa saat ini wilayah Paroki Stella Maris Atapupu dibagi dalam tiga stasi yakni; Stasi Silawan dan Seroja yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Distrik Bobonaro di Batugede Timor Leste, dan Stasi Lakafehan yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara, pada kampong Mota Dik Kaubele, dan Atapupu tetap menyimpan “bekas tapak kaki” para misionaris yang bertugas di wilayah ini, dan salah satunya adalah makam Pater Kraajvanger,SJ dan Pater J.Kruyper ,SJ di taman Kalvari Atapupu, dan mereka berdua diberi  julukan”Martir Putih” .
 Selanjutnya dijelaskan juga bahwa Paroki Atapupu berada dalam dua wilayah Kecamatan yakni Kecamatan Kakuluk Mesak dan Kecamatan Tasifeto Timur Kabupaten Belu Propinsi NTT,dimana dari dua wilayah  Kecamatan ini  jumlah umat Paroki Atapupu  sebanyak 14.367 orang yang tempatnya tinggalnya tersebar dalam 2.518 keluarga dengan 36 lingkungan dan 135 komunitas basis.”Dari struktur susunan masyarakatnya, warga Paroki Atapupu terbagi dalam tiga sub Etnik besar yaitu; Tetun,Kemak dan Tokodede ( sejak jajak pendapat Timor-Timur 1999)”, walaupun dalam hidup kesehariannya oleh spirit solidaritas, warga Paroki Atapupu hidup rukun dan sudah mengakar rumput bersama 94 keluarga Muslim, dan para nelayan dari daerah Sulawesi sebanyak 307 jiwa, serta 219 Keluarga Kristen Protestan dengan 578 jiwa dan 2103 jiwa umat kelahiran Timor-Timur. Rm Maxi juga mengatakan, secara geografis Paroki Atapupu setiap tahun ditandai dengan iklim tropis dengan dua musim yang saling mensubstansi yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dari aspek ekologi kwalitas kondisi fisik alam di wilayah pesisir pantai Atapupu kurang subur, sehingga mayoritas warga Paroki Atapupu adalah hidup dari mata pencaharian sebagai nelayan kecil dan petani sederhana di mana 386 kk sebagai nelayan tetap, 257 orang nelayan musiman dan 1.019 adalah Keluarga petani.
“Selain petani dan nelayan ada juga satu kelompok kerja yang terhimpun dalam koperasi TKBM ( tenaga kerja bongkar muat) di pelabuhan Atapupu dengan jumlah personil 310 orang, sementara warga Paroki yang mengabdi di sector formal sebagai PNS, TNI dan Polri sangat sedikit jumlahnya,  termasuk yang bekerja pada perusahaan swasta yang berada di dalam wilayah paroki  Atapupu dan sekarang sudah Nampak adanya proses transformasi dari budaya ekonomi petani dan nelayan tradisional ke budaya ekonomi pasar.jelasnya.
Dalam bidang pendidikan Rm.Maxi menjelaskan bahwa, di wilayah Paroki Atapupu mayoritas umatnya berpendidikan dasar dan menegah. Dikatakan bahwa sejak permulaan misinya para misionaris Jesuit telah melakukan gerakan awal yang hidup dan terbuka dalam bidang Pastoral. ”Pendidikan itu adalah sekolah yang berbasis asrama di Fatuk Kaduak. Prioritasnya adalah transfer nilai untuk menjadi “garam” dan untuk menjadi pemimpin umat dalam masyarakat, namun dalam pekembangannya bidang pelayanan ini mengalami banyak kesulitan.  Tahun-tahun terakhir ini kesadaran umat di Paroki Atapupu untuk sekolah  sangat menggembirakan. Hal ini didukung oleh hadirnya lembaga pendidikan dasar dan menengah yang jumlahnya sangat siknifikan yakni; tujuh buah TK dan dari tujuh buah TK itu dua buah TK milik Paroki dan lima buah PAUD, 10 Sekolah Dasar yakni empat buah SDK dan enam buah Sekolah dasar negeri , dua buah SLTP dan dua buah Sekolah Kejuruan(SMKN) Perikanan dan Kelautan dab SMKN Teknik Bangunan dan Peternakan.
Mengenai alasan pembangunan gereja baru di Paroki Stella Maris Atapupu pastor paroki  menuturkan  bahwa jumlah umat di Paroki ini sudah cukup padat. dengan jumlah umat  14.367 jiwa yang tinggal dalam 2.518 KK, maka gedung Gereja mau tidak mau harus diperbesar dan diperluas. Lonjakkan  umat ini terjadi pada eksodus warga umat Timor-timur sejak tahun 1999, yang sementara berdomisili  di wilayah perbatasan dan program translok penduduk ke wilayah ini tahun 2009 lalu. ”Saya akui bahwa gereja tua ini dibangun oleh Pater Yohanes Deuling,SVD pada tahun 1970 dengan ukuran 16 x 12 m2. Untuk itulah gedung gereja ini kita bongkar setelah selesai gedung gereja baru karena sudah tidak mampu lagi menampung umat yang dating mengikuti misa pada hari minggu dan terutama pada hari raya besar keagamaan seperti hari raya Paska, Natal dan perayaan-perayaan khusus bersama lainnya, selain itu ada alasan lain seperti kuda–kuda penyangga banyak yang telah lapuk dan hancur, fondasi bangunanpun sudah keropos dan lantai bangunanpun sudah banyak retak dan pecah sehingga dengan melihat kondisi yang sangat memperihatinkan dan tidak memberi rasa nyaman bagi umat yang mengikuti misa khususnya pada saat musim hujan.jelasnya.
“KANAAN”SUDAH DEKAT, Gereja baru yang dibangun dengan ukuran 38’5 x25 m2, yang dikerjakan secara gotong royong oleh umat sejak 1 agustus 2005 dengan perhitungan biaya awal Rp.993.037.000, namun karena situasi krisis melanda bangsa Indonesia mengakibatkan perubahan perhitungan biaya dari jumlah Rp.993.037.000 menjadi Rp.1.245.400.000. “Pembangunan gedung gereja baru ini juga dikerjakan secara berdikari oleh umat baik itu nelayan, petani, PNS, TNI Polri semua terlibat sejak Agustus 2005. Biaya pembangunan ini pun dibagi secara bijaksana kepada seluruh umat yang berdomisili di pusat paroki dengan sistim penyetoran secara bertahap, dan kini pembangunan gereja sudah hampir rampung dengan menghabiskan biaya sebesar Rp.858.364.000, dengan rincian yang sudah selesai,pengerjaan persiapan, pengurukan tanah, fondasi, pendirian 54 tiang dan 4 buah tiang agung, cor balkom I, II, Plesteran tembok dalam dan luar, pemasangan kuda-kuda digunakan gelagar besi ringan, pengatapan digunaka bahan seng aluminium bergelombang. Sementara yang masih menjadi focus perhatian  saat ini adalah pemasangan kosen,instalasi listrik,sond sistim,Altar dan bangkudan kebutuhan indicator lainnya.
Untuk itu pastor Maxi yang pernah mengambil master dalam bidang Kateketik di Roma ini,  mengharapkan uluran tangan semua umat, baik yang ada di dalam paroki maupun yang ada di luar daerah agar turut berpartisipasi dalam menyambut Kanaan baru ini karena kanaan baru sudah dekat, marilah kita sebagai umat Allah bergandengan tangan untuk menyelesaikan sisa pengerjaan bangunan ini agar cepat selesai, sejarah umat Katolik di Timor berawal di tempat ini, kanaan yang dijanjikan Allah telah hadir di tengah-tengah umat sambutlah tiang awan putih yang membelah laut merah dengan penuh iman dan harapan,d \engan penuh kasih. harapnya kepada umat yang hadir pada acara HUT 128 tahun Paroki Stella Maris Atapupu.(laporan: anis ikun).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Content